KPA.BALIPROV.GO.ID. “Seiring dengan keputusan yang diucapkan, maka Klien hendaknya siap menerima apapun hasil Voluntary Counseling and Testing (VCT) tersebut. Karena semakin cepat diketahui hasilnya, maka semakin cepat pula pengobatan diberikan. Sehingga klien akan tetap sehat meskipun sebenarnya ada HIV dalam tubuhnya,”ungkap Ketut Rediten, salah seorang konselor yang bertugas di Rumah Sakit Umum Pusat  Prof. I.G.N.G Ngoerah Ketika dihubungi Tim Media KPA Bali, Selasa, 18 Juli 2023.

Lebih lanjut, Konselor yang sudah bertugas sejak tahun 2013 tersebut mengungkapkan, memang banyak tantangan yang dihadapi para klien Ketika masuk ke ruang VCT. Mereka yang masuk ke ruangan tersebut harus benar-benar ingin mengetahui status HIV-nya serta bisa mengambil Langkah lebih lanjut.

“Sebagian besar klien yang datang ke VCT, hendaknya sudah menyiapkan diri dengan hasil VCT yang akan diterima nantinya. Di Tempat saya, mereka yang melakukan VCT biasanya  menunjukan beberapa sikap. Diantaranya menyatakan belum siap membuka hasil VCT, masih takut kalau hasil  VCT reaktif, menerima hasil VCT sesuai dengan fakta. Dan saat menerima hasil VCT, ada juga yang sampai menangis, kemudian ada juga yang tetap tenang,”katanya.

Sebagai konselor, Ketut Rediten yang akrab dipanggil Bu Desy menyarankan, agar semua klien yang mendatangi VCT tetap tenang. Karena meskipun hasilnya positif, maka tetaplah bersyukur karena tidak akan menyebabkan kematian mendadak. Tapi HIV itu sudah ada obatnya, yaitu ARV.

“Mereka yang positif hendaknya menyiapkan diri untuk melanjutkan pengobatan. Agar kondisi tubuh tetap sehat. Sedangkan bagi mereka yang hasilnya negatif, hendaknya merubah perilaku sebelumnya. Sehingga  menghindari pengecekan Kembali status HIV setiap 6 bulan berikutnya. Artinya klien harus mengubah perilakunya. Misalnya, sebelumnya klien sering gonta-ganti pasangan, mulai saat itu klien harus mengubah perilakunya menjadi saling setia dengan satu pasangan saja. Juga menggunakan kondom saat melakukan hubungan seks beresiko,”katanya.

Untuk pasangan yang mengikuti tes, Bu Desy berpesan, agar tetap tenang serta mempertahankan hubungan mereka. Karena HIV itu sebenarnya tidak mudah menular, selain itu, saat konseling dilakukan, para konselor juga akan tetap berupaya memberikan penjelasan serta menguatkan pasangan masing-masing.

“Dari apa yang pernah saya alami saat memberikan konseling, sikap pasangan klien biasanya bervariasi. Ada yang menerima hasil tes yang menyatakan pasangannya positif HIV, ada juga yang butuh waktu untuk menerima hasil tersebut. Nah disinilah sering terjadi kekurangharmonisan keluarga. Tidak jarang dari mereka yang memutuskan untuk cerai Ketika hasil tes HIV pasangannya positif. Nah di sinilah peranan kita,”katanya.

Bu Desy menambahkan, Kita sebagai konselor sejak awal sudah memberikan konseling agar peristiwa perceraian tidak sampai terjadi. Dan pasangan tetap bisa menerima hasil serta rutin mendampingi pasangannya dalam menjalani pengobatan.***Tim

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *