
KPA.BALIPROV.GO.ID. Dalam Pertemuan Kelompok Jurnalis Peduli AIDS (KJPA) Bali, Humas Forum Peduli AIDS Rofiqi Hasan mengharapkan agar pemberitaan mengenai HIV – AIDS tidak hanya berfokus pada peningkatan angka kasus, tetapi juga turut membangun empati dan menghapus stigma terhadap Orang dengan HIV- AIDS (ODHIV). Pernyataan ini disampaikan Rofiqi dalam diskusi KJPA yang difasilitasi Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi Bali di Ruang rapat Komisi Penanggulangan AIDS Jln Melati No 21 Denpasar, Senin, 28 juli 2025.
Wartawan Senior Rofiqi Hasan menyampaikan, jurnalis memiliki peran penting dalam menyampaikan narasi yang lebih manusiawi dalam isu HIV. Menurutnya, peliputan yang hanya menonjolkan jumlah kasus berisiko memperkuat anggapan keliru di tengah masyarakat.
“Angka memang penting, tapi tidak cukup. Kita perlu mengembangkan jurnalisme empati, yang menggambarkan bagaimana seseorang bisa terinfeksi, bagaimana perjuangannya menjalani hidup, dan bagaimana dukungan masyarakat bisa membuat mereka tetap berdaya,” katanya.
Rofiqi juga menekankan, akar stigma terhadap ODHIV seringkali berangkat dari persepsi moralistik yang keliru. Ia menegaskan, HIV adalah isu kesehatan yang bisa ditangani jika ditemukan dan diobati sejak dini.
“Yang dibutuhkan bukan penghakiman, tetapi dukungan. Kita harus mulai menormalisasi HIV sebagai masalah medis agar orang tidak takut melakukan tes dan yang sudah positif mau menjalani pengobatan,” imbuhnya.
Ia juga menyoroti banjirnya informasi soal seksualitas di era digital yang tidak diimbangi dengan edukasi yang benar. Hal ini, menurutnya, menjadi celah masuknya hoaks, terutama di kalangan remaja.
“Informasi keliru soal HIV dan seks menyebar luas, terutama lewat media sosial. Ini tantangan besar bagi jurnalis untuk menyampaikan edukasi berbasis data,” katanya.
Sementara itu, Kepala Sekretariat KPA Provinsi Bali, AA Ngurah Patria Nugraha, menyebutkan, sejak pertama kali ditemukan pada 1987 hingga Mei 2025, Bali telah mencatat 32.733 kasus HIV.
Mayoritas kasus ditemukan pada kelompok usia produktif 15–50 tahun. Menurut Patria, tingginya kasus pada kelompok usia ini tidak lepas dari mobilitas dan aktivitas sosial yang tinggi.
Namun demikian, peningkatan jumlah kasus juga dinilai sebagai cerminan keberhasilan layanan dalam menjangkau kelompok berisiko.
“Sekarang kita sudah punya 120 puskesmas dengan layanan tes HIV. Kesadaran masyarakat juga meningkat, meskipun masih banyak yang memeriksa diri secara diam-diam karena takut diskriminasi,” ujarnya.
Faktor stigma, menurut Patria, masih menjadi penghalang utama dalam upaya deteksi dan pengobatan. Tidak sedikit ODHIV yang memilih memeriksakan diri ke luar daerah domisili demi menjaga kerahasiaan identitas.
“Kalau mereka sudah mau tes, walaupun ke tempat jauh, itu sudah langkah maju. Tapi kita ingin stigma ini benar-benar hilang agar tak ada lagi rasa takut,” katanya.
Ia juga menekankan pentingnya peningkatan literasi publik soal cara penularan HIV. Pengetahuan masyarakat yang masih minim sering menimbulkan ketakutan berlebihan dan perlakuan diskriminatif.
“HIV tidak menular lewat pelukan, jabat tangan, makan bersama, atau tidur sekamar. Tapi informasi ini masih belum merata dipahami,” jelasnya.
Dari sisi wilayah, Denpasar menjadi daerah dengan jumlah kasus HIV terbanyak, disusul Badung dan Buleleng. Namun tingginya angka di Denpasar disebut juga berkaitan dengan keberadaan fasilitas kesehatan yang lebih lengkap dan mudah diakses.
“Banyak orang datang ke Denpasar untuk memeriksakan diri. Jadi angka tinggi itu juga karena pusat layanan ada di sini,” terang Patria.
KPAP Bali, ungkap Patria aktif menggunakan media sosial untuk menyebarkan konten edukatif seputar HIV. Ia berharap masyarakat juga memanfaatkan teknologi untuk memperoleh informasi yang benar.“Kita dorong publik lebih aktif mengakses sumber-sumber informasi terpercaya agar bisa lebih peduli terhadap kesehatannya sendiri,” katanya.
Dalam acara tersebut juga dilaksanakan pembenahan terhadap draf Surat Keputusan Ketua Harian Komisi Penanggulangan AIDS tentang Struktur Organisasi Kelompok Jurnalis Peduli AIDS (KJPA).
Dimana sebagai Ketua KJPA ditunjuk Arnoldus Dhae. Wakil Ketua Julius, Sekretaris Wisnu Widayati, Bendahara Tri Widiyanti. Koordinator Bidang Pendidikan dan Pelatihan adalah Gede Wisnupada Adyana dengan anggota Ni Luh Rhisnmawati.Sedangkan coordinator Bidang Hubungan Kelembagaan adalah Ni Putu Vivi Lestari dengan anggota Darmawan ***Tim