KPA.BALIPROV.GO.ID” Kelompok Kerja (Pokja) Carik dan Pokja Bongalow berhasil bangkitkan kesadaran untuk pentingnya pemeriksaan Kesehatan untuk mencegah penyebaran HIV lebih awal. Dimana Pokja Carik berhasil menjangkau sekitar 150 orang, dengan fokus pada ketertiban serta peningkatan kesadaran akan pentingnya pemeriksaan kesehatan. Pokja Bungalow juga aktif menjangkau hingga 160 orang, ” kata Pengelola Program PMTS KPA Provinsi Bali Drs Yahya Anshori, M.Si saat memimpin rapat Koordinasi Program Pencegahan HIV-AIDS Melalui Transmisi Seksual (PMTS), di ruang rapat KPA Provinsi Bali Jln Melati No 21 Denpasar, Kamis 3 Juli 2025.

Pertemuan Koordinasi KPA dengan Stakeholder Dilaksanakan untuk Memantapkan Tujuan Bersama Laksanakan Pencegahan Penyebaran HIV

Kegiatan tersebut dihadiri Bidang Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Provinsi Bali serta 24 undangan diantaranya unsur pengelola/ pengurus Pokja Lokasi, wakil dari layanan kesehatan dan KPA dari beberapa wilayah Kabupaten Kota di Bali.

Yahya Anshori juga mengatakan, kondisi Pokja Pasiran di kawasan Danau Tempe yang terdiri dari sekitar 20 wisma (diperkirakan menampung 200 orang), dilaporkan mengalami kevakuman koordinasi. Hal serupa diutarakan oleh Pokja lainnya.

” Saat ini kita mencatat adanya pergeseran trend ke arah lokasi-lokasi baru seperti kafe-kafe di wilayah Badung,”katanya.

Perubahan pola ini menurut Yahya Anshori juga tercermin di Klungkung, di mana hotspot yang sebelumnya berada di area penggalian pasir kini bergeser ke kafe, warung, dan spa.

“Kenyataan ini mendorong perlunya evaluasi terhadap pendekatan tradisional, termasuk pendekatan ke sekolah-sekolah yang perlu ditinjau ulang agar lebih relevan. Selain itu, muncul lokasi-lokasi baru di sepanjang Jalan IB Mantra dan kawasan Ubud, yang diwarnai oleh keberadaan waria muda yang melakukan open BO melalui aplikasi MiChat, terutama di hotel-hotel jaringan OYO. Kondisi ini menuntut strategi pemantauan dan pendekatan berbasis teknologi yang lebih adaptif,” paparnya.

Meningkatnya kasus HIV pada kelompok Lelaki Seks Lelaki (LSL) imbuh Yahya Anshori, terutama di kalangan remaja di bawah usia 20 tahun, menjadi perhatian tersendiri. Banyak di antara mereka memanfaatkan aplikasi digital untuk melakukan transaksi seksual, yang menunjukkan perlunya pendekatan edukatif yang sesuai dengan gaya hidup digital mereka.

“PKBI telah aktif menyasar edukasi IMS pada remaja, namun metode intervensi yang lebih kontekstual dan kreatif tetap dibutuhkan. Layanan kesehatan juga melaporkan data yang memperkuat tren ini. Puskesmas Denut I mencatat kasus HIV baru hampir setiap bulan, dengan mayoritas klien berusia sekitar 20 tahun. Fasilitas ini telah menyediakan layanan motivasi, jam layanan khusus bagi komunitas, serta penanganan kasus IMS seperti sifilis,”jelasnya.

Sementara itu, Puskesmas Denasar Barat II melaporkan, 16 kasus HIV baru dalam periode Januari sampai dengan Juni 2025, serta telah memulai pilot project PrEP untuk perempuan melalui alat ring vagina yang diganti setiap 28 hari.

“Klinik Balimedia turut berperan dalam menyasar kelompok usia muda (di bawah 20 tahun), tidak hanya dalam konteks HIV, tetapi juga dalam penanganan kesehatan mental. Promosi layanan dilakukan melalui platform digital seperti Google dan ChatGPT, menjadikan mereka lebih menjangkau kelompok LSL yang bersifat privat,”katanya.

Di sisi lain, Drs Yahya Anshori menjelaskan, sampai saat ini Kondom tetap menjadi salah satu teknologi pencegahan yang paling efektif, terutama dalam menanggulangi penularan IMS. Oleh karena itu, ketersediaan dan distribusinya harus dijaga.

“Di wilayah Denpasar, telah tersedia enam titik wadah kondom (sejenis dispenser), dengan sistem pengambilan secara mandiri dan secukupnya.

Tahun 2025, AHF telah menyediakan sebanyak 300 juta kondom, sementara pengadaan pelumas dan kondom oleh Pemerintah Provinsi Bali untuk tahun 2026 juga diharapkan tetap berjalan. Berdasarkan data semester I tahun 2025, stok kondom masih mencukupi,”katanya.

Namun jelas Yahya Anshori, tantangan yang muncul adalah tren peningkatan kasus HIV baru sebanyak 1001 kasus (JanuariJuni 2025), dengan faktor risiko utama dari hubungan heteroseksual dan homoseksual (36%). Oleh karena itu, upaya edukasi kepada remaja perlu dikemas lebih menarik, salah satunya melalui media digital.

“Teknologi pencegahan seperti PrEP dan ring bisa melengkapi, namun untuk IMS, kondom tetap menjadi alat pencegahan utama,”katanya.***Tim.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *