KPA.BALIPROV.Go.ID.
Dalam situs https://siha.kemkes.go.id/portal/file_upload/BUKU_3_PENGENDALIAN_HIV, untuk mencapai tujuan Indonesia terbebas HIV-AIDS 2030, maka Pemerintahpun merancang Strategi untuk melaksanakan pengendalian HIV-AIDS dan PIMS di Indonesia.
Adapun beberapa strategi yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan penemuan kasus HIV secara dini :
a) Daerah dengan epidemi meluas seperti Papua dan Papua Barat, penawaran tes HIV perlu dilakukan kepada semua pasien yangdatang ke layanan kesehatan baik rawat jalan atau rawat inapserta semua populasi kunci setiap 6 bulan sekali.
b) Daerah dengan epidemi terkonsentrasi maka penawaran tes HIVrutin dilakukan pada ibu hamil, pasien TB, pasien hepatitis, wargabinaan pemasyarakatan (WBP), pasien IMS, pasangan tetapataupun tidak tetap ODHA dan populasi kunci seperti WPS, waria, LSL dan penasun.
c) Kabupaten/kota dapat menetapkan situasi epidemi di daerahnya dan melakukan intervensi sesuai penetapan tersebut, melakukanmonitoring & evaluasi serta surveilans berkala.
d) Memperluas akses layanan Konseling dan Tes HIV (KTHIV) dengan cara menjadikan tesHIV sebagai standar pelayanan di seluruh fasilitas kesehatan(FASKES) pemerintah sesuai status epidemi dari tiap kabupaten/kota.
e) Dalam hal tidak ada tenaga medis dan/atau teknisi laboratorium yang terlatih, maka bidan atau perawat terlatih dapat melakukan tes HIV.
f) Memperluas dan melakukan layanan KTHIV sampai ke tingkat Puskesmas.
g) Bekerja sama dengan populasi kunci, komunitas dan masyarakat umum untuk meningkatkan kegiatan penjangkauan danmemberikan edukasi tentang manfaat tes HIV dan terapi ARV.
h) Bekerja sama dengan komunitas untuk meningkatkan upayapencegahan melalui layanan PIMS dan PTRM

2. Meningkatkan cakupan pemberian dan retensi terapi ARV, serta perawatan kronis

a) Menggunakan rejimen pengobatan ARV kombinasi dosis tetap(KDT-Fixed Dose Combination-FDC), di dalam satu tablet mengandung tiga obat. Satu tablet setiap hari pada jam yangsama, hal ini mempermudah pasien supaya patuh dan tidak lupa menelan obat.
b) Inisiasi ARV pada fasyankes seperti puskesmas
c) Memulai pengobatan ARV sesegera mungkin berapapun jumlahCD4 dan apapun stadium klinisnya pada:
o Kelompok populasi kunci, yaitu : pekerja seks, lelaki seks lelaki, pengguna napza suntik, dan waria, dengan atau tanpa IMS lain
o Populasi khusus, seperti : Wanita hamil dengan HIV, Pasien koinfeksi TB-HIV, Pasien ko-Infeksi Hapatitis-HV (Hepatitis B dan C), ODHA yang pasangannya HIV Negatif, (Pasangan Sero-diskor), dan bayi/anak dengan HIV (Usia < 5 Tahun).
o Semua orang yang terinfeksi HIV di Daerah dengan epidemic meluas.
d) Mempertahankan kepatuhan pengobatan ARV dan pemakaiankondom konsisten melalui kondom sebagai bagian dari paket pengobatan.
e) Memberikan konseling kepatuhan minum obat ARV

3. Memperluas akses pemeriksaan CD4 dan viral load (VL) termasuk early infant diagnosis (EID), hingga ke layanan sekunder terdekat untuk meningkatkan jumlah ODHA yang masuk dan tetap dalamperawatan dan pengobatan ARV sesegera mungkin, melalui system rujukan pasien ataupun rujukan spesimen pemeriksaan.
4. Peningkatan kualitas layanan fasyankes dengan melakukanmentoring klinis yang dilakukan oleh rumah sakit atau FKTP.
5. Mengadvokasi pemerintah lokal untuk mengurangi beban biayaterkait layanan tes dan pengobatan HIV-AIDS.***TIM

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *